Cerita Dongeng Indonesia adalah Portal Edukasi yang memuat artikel tentang Cerita Legenda Asal Usul Banjarnegara,
Cerita Rakyat Jawa Tengah, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat
Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel,
Hikayat, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah Nabi, Kumpulan Cerita Anak
Indonesia, Cerita Lucu,Tips Belajar, Edukasi Anak Usia Dini, PAUD, dan
Balita.
Kota Banjarnegara terletak di antara Kota Wonosobo di sebelah
timur dan Kota Purbalingga di sebelah barat. Sebelah selatan berbatasan
dengan Kota Kebumen dan di sebelah utara berbatasan dengan Kota Batang
dan Pekalongan.
Adalah Kyai Maliu, seorang tokoh agama kharismatik yang sangat
dihormati. Sudah berhari-hari Kyai Maliu menyusuri hutan, gunung, dan
lembah. Namun, tempat yang dicari belum ditemui. Rasa lelah dan haus
tidak dihiraukan. Hanya satu yang dicari, yaitu suatu tempat yang cocok
untuk mendirikan sebuah pondok.
Baca Cerita Dongeng Ini Selengkapnya :
Sampailah Kyai Maliu di suatu tempat yang menarik hatinya. “Keindahan
alam sekitar kali Merawu ini sangat mengesankan. Apa ini tempat yang
saya cari selama ini?” demikian hatinya bertanya. Tanah di sekitar Kali
Merawu berundak dan berbanjar sepanjang aliran sungai. Di sekitarnya
berdiri pegunungan Kendeng yang indah dan berhawa sejuk. Maka, segerta
dibangunnya pondok yang indah menghadap Kali Merawu. Tempat itu sekarang
berada di sekitar jembatan Clangap.
Kyai Maliu berperangai baik dan jujur. Selain itu ia juga tekun bekerja
dan berdisiplin tinggi. Karenanya, ia sangat berwibawa dan disegani
banyak orang. Tidak mengherankan kalau segala perilakunya menjadi anutan
warga di sekitanya. Waktu demi waktu terus berjalan dan akhirnya daerah
sekitar pondok Kyai Maliu menjadi desa baru yang indah, bersih, dan
teratur.
Pada suatu hari Kyai Ageng Maliu mengumpulkan semua warganya di
padepokannya. “Bapak-bapak, Ibu-ibu, dan Saudara semua, terima kasih
kalian sudi mendatangi undangan saya,” berkatalah Kyai Maliu dihadapan
warga yang diundangnya. Kemudian lanjutnya, “Apa kalian kerasan tinggal
di tempat ini?” Semua warga menjawab sudah betah dan nyaman tinggal di
tempat baru tersebut. “Baik, terima kasih. Namun, ada suatu hal akan
saya sampaikan kepada kalian.” “Sesuatu apa, Kyai?” tanta seorang warga.
“Kalian tahu tempat ini belum bernama. Nah, maksud undangan saya kepada
kalian adalah untuk bermusyawarah menetapkan nama yang cocok untuk desa
kita ini.”
Kemudian musyawarah menentukan nama desa dilaksanakan. Banyak yang
mengusulkan nama dengan alasan masing-masing. Karena banyak perdebatan,
maka Kyai Maliu juga mengusulkan sebuah nama, yaitu Banjar. Alasannya,
selain tempatnya indah, tanah-tanahnya berundak dan berbanjar. “Aku
setuju Kyai….” jawab sesorang. “Aku juga setuju Kyai….” jawab yang
lainnya hampir serempak. Atas dasar musyawarah warga hari itu juga, Kyai
Maliu diangkat menjadi petinggi dan kemudian dikenal sebagai Kyai Ageng
Maliu Petinggi Banjar.
Kyai Ageng Maliu terkenal sebagai pemimpin yang memiliki rasa asah,
asih, dan asuh sehingga sangat dicintai oleh rakyatnya. Penduduk desa
Banjar sangat giat dalam bekerja di sawah-sawah. Tidak heran kalau
rakyatnya hidup makmur dalam hal sandang, pangan, dan papan. Dibawah
kepemimpinannya desa Banjar berhasil menjadi desa yang mandiri dan
berswasembada pangan. Bahkan desa Banjar pada saat itu sempat menjadi
lumbung padi untuk daerah- daerah di sekitarnya.
Kehidupan beragama juga tumbuh dengan subur dan menjiwai segenap aspek
kehidupan rakyatnya. Masjid-masjid selain digunakan sebagai tempat
ibadah salat juga digunakan untuk bermusyawarah dalam memecahkan segala
urusan desa. Mulai dari menentukan kapan waktu yang cocok untuk menanam
padi, perawatan, dan memanen. Semuanya dikerjakan dengan gotong royong
dan penuh rasa kekeluargaan. Tidak heran kalau pada waktu itu desa
Banjar terkenal hingga luar daerah dan mengundang perhatian para ulama
besar yang sedang melaksanakan dakwah Islam.
Suatu hari, datanglah tiga orang tamu ke pondok Kyai Ageng Maliu.
“Wa’alaikum salam….” Kyai Ageng Maliu menjawab salam tamunya seraya
menuju ke pintu. Dilihatnya tiga orang tamu yang dipastikan bukan
berasal dari daerah Banjar. Cara berpakaian dan tutur katanya setidaknya
bisa dijadikan alasan. “Mari Kisanak, silakan masuk….!” ucap Kyai Ageng
Maliu sambil menjabat tangan ketiga tamunya satu per satu. “Terima
kasih Kisanak telah menerima kami dengan baik. Oh ya, perkenalkan, saya
adalah Giri Wasiyat dari Gresik. Sedangkan kedua ini adalah saudaraku,
Kangmas Prapen dan Dimas Giri Pit. Kami bertiga adalah putra Rama Sunan
Giri dari Gresik.” “Allahuakbar…. saya kedatangan tamu agung rupanya….”
“Jangan berlebihan Kisanak. Saya sudah tahu bahwa Kisanak petinggi desa
ini. Santri-santri yang belajar di pondok sangat banyak. Untuk itu kami
bertiga menyempatkan datang kemari untuk saling bertukar pengalaman.”
“Jangan berkata begitu Pangeran. Kalau saya berani berdakwa itu hanya
berbekal niat. Namun, saya yakin kalau Pangeran bertiga selain bekal
niat juga telah memiliki ilmu agama yang mumpuni.” “Di mata Allah kita
itu sama. Segala ilmu adalah milik Allah. Kita hanya dipinjami, itupun
sangat terbatas. Namun demikian, jika ilmu yang sedikit ini diamalkan
untuk orang lain, maka jadilah ilmu yang bermanfaat, demikian Rama Sunan
Giri pernah berwasiat menirukan sabda Nabi Muhammad.”
Semenjak kedatangan tamu dari Gresik, hampir setiap malam diadakan
pengajian umum. Rakyat desa Banjar benar-benar merasa beruntung dapat
menimba ilmu keagamaan secara luas dari seorang ulama besar secara
langsung. Kyai Ageng Maliu banyak berguru kepada Kyai Ageng Giri
Wasiyat. Kyai Ageng Maliu sendiri adalah orang yang cerdas, jujur,
disiplin, dan taat beribadah. Tidak heran kalau Kyai Ageng Giri Wasiyat
sangat tertarik akan sikap terpuji Kyai Ageng Maliu, tuan rumah
sekaligus santrinya itu.
Untuk memperkokoh persahabatan dan sebagai penghargaan atas kebaikan
Kyai Ageng Maliu, beliau berdua sepakat akan menghadiahkan putrinya,
Nyai Barep, kepada Kyai Ageng Maliu sebagai istrinya. Terjadilah
pernikahan dan Nyai Barep resmi menjadi istri Kyai Ageng Maliu. Selepas
kepergian Sunan Giri Pit dan Pangeran Giri Wasiyat, Kyai Ageng Maliu
bersama istrinya tetap meneruskan dakwah membina warga desa Banjar dalam
bidang keagamaan dan pertanian.
Desa Banjar berkembang sangat pesat. Selain sebagai pusat penyebaran
agama, juga tempat bertemunya para pedagang. Karena sebagai tempat
perniagaan maka desa itu semakin ramai dan berpenduduk banyak. Akhirnya
desa itu berkembang menjadi sebuah kota atau tepatnya disebut kadipaten.
Semula Kadipaten Banjar berlokasi di sebelah timur kali Merawu, kemudian
pindah ke sebelah barat kali Merawu dan kemudian dikenal dengan nama
Banjar Watu Lembu. Selanjutnya pusat pemerintahan dipindahkan dari
Banjar Watu Lembu ke sebelah selatan kali Merawu yang sekarang menjadi
Kota Banjarnegara. Lokasi pusat pemerintahan di daerah pesawahan yang
cukup lebar (Banjar), dan dinamakan Banjarnegara. Banjarnegara berasal
dari dua kata yaitu Banjar yang artinya sawah atau lebar dan negara yang
artinya kota. Jadi dahulu kala kota Banjarnegara didirikan di daerah
pesawahan yang cukup lebar dan datar.
Legenda ini menceritakan asal mula kota Banjarnegara yang berasal dari
kata banjar yang berarti sawah/tempat yang luas dan Negara yang berarti
kota.
Pesan Moral dari Cerita Legenda Asal Usul Banjarnegara adalah :
Bahwa setiap pemimpin yang baik yang memerhatikan kehidupan rakyatnya
akan senantiasa dicintai rakyatnya pula. Maka tidak mengherankan bahwa
tempat yang semula hanya berdiri sebuah pondok akhirnya menjadi desa
hingga kemudian menjadi berkembang menjadi sebuah kadipaten (kabupaten).
Hal ini menunjukkan bahwa Ki Ageng Maliu berhasil menjadi seorang
pemimpin yang baik. sumber Klik disini http://ceritadongeng-indonesia.blogspot.co.id/2015/09/cerita-legenda-asal-usul-banjarnegara.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar